.

Letarasi Digital Saweu Gampong, 5000 Gerakan Makin Cakap Digital Aceh Bersama Kementerian Kominfo Republik Indonesia | Makin Cakap Digital | Siber Kreasi |Relawan TIK Aceh  | Relawan TIK Pidie

RTIK PIDIE
Berdasarkan Survei APJII Tahun 2020, pengguna internet di Indonesia telah mencapai 196,71 juta pengguna aktif atau sekitar 73,7% dari total populasi penduduk Indonesia. Disaat yang bersamaan, pertumbuhan pengguna yang massif ini membuka ruang yang lebih luas untuk meningkatnya penyalahgunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan Internet. Sebagai ilustrasi, penggunaan dunia digital di Indonesia, hingga akhir 2020 terdapat lebih dari 320 kasus pelanggaran Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terutama terkait dengan berita palsu dan ujaran kebencian di media social (www.detik.com, 2021).

Lebih lanjut lagi. Hingga 31 Desember 2020, terdapat 1.858.554 konten situs yang telah diblokir oleh Kementerian Kominfo dan mayoritas situs tersebut merupakan situs pornografi (Kominfo, 2019).

Tindakan pemerintah ini menunjukkan dengan jelas bahwa perkembangan penggunaan TIK dan Internet di Indonesia kurang sehat.

Karena itu, Literasi Digital sangatlah diperlukan bagi masyarakat. Berikut hasil pengukuran Status Literasi Digital  Indonesia  tahun 2020 di 34 provinsi di Indonesia dalam rangka untuk mengukur dan menganalisa kebiasaan dan aktivitas responden dalam menggunakan internet.

Akses internet ini diakui responden semakin cepat, terjangkau dan tersebar sampai ke pelosok. Sebagian besar masyarakat juga menggunakan internet ini untuk berkomunikasi melalui pesan singkat, melakukan aktivitas di media sosial, serta menonton video secara online. Media sosial yang paling banyak digunakan masyarakat di Indonesia secara nasional adalah Whatsapp, Facebook, dan Youtube. 40% dari pengguna media sosial Whatsapp bahkan menggunakannya lebih dari 5 jam sehari.

Dalam menggunakan media sosial, ternyata masih banyak responden yang mengaku menaruh informasi pribadi yang sensitif di media sosial. Selain itu, 30%-60% responden mengaku pernah terpapar hoaks, 11% responden pernah menyebarkan hoaks karena tidak terlalu memikirkan kebenaran informasi tersebut, dan sebagian hoaks yang ditemukan terkait isu politik, kesehatan, dan agama yang diterima paling banyak melalui media social Facebook.

Pengukuran literasi digital di Indonesia masih berada pada level “sedang”. Sub-indeks dari informasi dan literasi data memiliki skor yang paling rendah. Sementara itu, secara rata-rata skor indeks untuk Indonesia wilayah Tengah memiliki skor indeks yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata skor indeks Indonesia wilayah Barat dan Timur. Oleh karena itu, kemampuan untuk mengidentifikasi hoaks perlu diperkuat. Jika masyarakat dapat mengidentifikasi hoaks, maka mereka akan cenderung tidak ikut menyebarkan hoaks.

Namun hal ini terkait dengan kemampuan kognitif masyarakat itu sendiri. Diperlukan juga kampanye untuk menghilangkan kebiasaan menaruh informasi pribadi yang bersifat sensitif di media sosial. RUU Perlindungan Data Pribadi dapat menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap data pribadi mereka.

Pengetahuan tentang literasi digital perlu dikemas sehingga menjadi topik yang dibahas di lingkaran keluarga/saudara. Orang-orang dan tokoh-tokoh kunci ini dapat sekaligus menjadi sumber target berbagi informasi. Perlu juga melibatkan tokoh agama, ketua RT/RW, serta tokoh adat karena tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mereka cukup tinggi.

Berdasarkan hasil kajian literasi digital diatas, Kementerian Komunikasi dan Informatika dituntut berperan aktif dalam menghentikan penyebaran hoaks serta dampak negatif internet lainnya dengan meningkatkan kemampuan kognitif masyarakat Indonesia melalui pelatihan kecakapan literasi digital. Dunia internet saat ini semakin dipenuhi konten berbau berita bohong, ujaran kebencian, dan radikalisme, bahkan praktik- praktik penipuan.

Keberadaan konten negatif yang merusak ekosistem digital saat ini hanya bisa ditangkal dengan membangun kesadaran dari tiap-tiap individu. Menjadi literat digital berarti dapat memproses berbagai informasi, dapat memahami pesan dan berkomunikasi efektif dengan orang lain dalam berbagai bentuk. 

Dalam hal ini, bentuk yang dimaksud termasuk menciptakan, mengkolaborasi,mengkomunikasikan, dan bekerja sesuai dengan aturan etika, dan memahami kapan dan bagaimana teknologi harus digunakan agar efektif untuk mencapai tujuan. Termasuk juga kesadaran dan berpikir kritis terhadap berbagai dampak positif dan negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari- hari.

Memacu individu untuk beralih dari konsumen informasi yang pasif menjadi produsen aktif, baik secara individu maupun sebagai bagian dari komunitas. Jika generasi muda kurang menguasai kompetensi digital, hal ini sangat berisiko bagi mereka untuk tersisih dalam persaingan memperoleh pekerjaan, partisipasi demokrasi, dan interaksi sosial. Literasi digital akan menciptakan tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan yang kritis-kreatif. Mereka tidak akan mudah termakan oleh isu yang provokatif, menjadi korban informasi hoaks, atau korban penipuan yang berbasis digital.

Membangun budaya literasi digital perlu melibatkan peran aktif masyarakat secara bersama-sama. Dengan demikian, kehidupan sosial dan budaya masyarakat akan cenderung rukun dan kondusif. Untuk mewujudkan serta mengimplementasikan hasil kajian tersebut, maka perlu dilaksanakan berbagai kegiatan literasi digital terhadap masyarakat agar dapat mengetahui serta mengikuti berbagai kegiatan literasi digital, sehingga hasil akhir dari kegiatan tersebut dapat meningkatkan kemampuan kognitif masyarakat Indonesia melalui berbagai kelas literasi digital. Kementerian Komunikasi dan Informatika telah Menyusun Peta Jalan Literasi Digital 2021 -2024 yang menggunakan sejumlah referensi global dan nasional.

Dalam Peta Jalan ini dirumuskan 4(empat) kerangka literasi digital untuk penyusunan kurikulum, yaitu Digital Skills, Digital  Safety, Digital Ethics, dan Digital Culture. Dan 3(tiga) kerangka literasi digital yang digunakan dalam penyusunan program yaitu, Digital Society, Digital Economy, dan Digital Government.

Aceh dalam konteks pemanfaatan teknologi dan informasi, ternyata memiliki petuah-petuah atau kearifan lokal masyarakat gampong dalam menyikapi permasalahan aktivitas berliterasi digital. Salah satu kearifan lokal itu adalah hadih maja bagi masyarakat Aceh yang sudah mulai memudar saat ini. Hadih-hadih maja tersebut merupakan miniatur cara berpikir, bertindak, dan bersikap masyarakat Aceh dalam permasalahan kehidupan privasi, sosial, agama, bahkan hingga konteks budaya secara global.

“Mamèh bèk bagah ta'uet, phét bèk bagah ta-ula” manis jangan cepat ditelan, pahit jangan cepat dimuntahkan’. Hadih maja tersebut mengajarkan kita nilai-nilai kehati-hatian (protektif). Makanan atau minuman apapun, meskipun rasanya manis jika  hal itu justru menjadi racun, harusnya ditolak. Sebaliknya, walau itu pahit, tetapi merupakan obat penawar, jangan justru dimuntahkan. Meunyoe tapatéh haba peusuna, aneuk deungon ma jimupaké ‘kalau percaya kabar fitnah, anak dengan ibu kandung pun dapat bertikai’.

Merebaknya kabar hoaks akhir-akhir ini tentu tidak terlepas dari kurangnya sikap kritis para pengguna internet. Hadih maja di atas secara jelas menggambarkan bagaimana sebuah ikatan emosional ibu dan anak dapat saja hancur berantakan karena kesalahpahaman informasi, baik itu berita fitnah maupun berita bohong lainnya.

“Ureueng tuha bèk geuboh tungkat, ureueng malém bèk geuboh kitab” orang tua jangan membuang tongkat, orang alim jangan membuang kitab’. Hadih maja ini mengingatkan siapa saja untuk senantiasa berpegang teguh pada prinsip-prinsip kebenaran yang dijunjungnya. Jika seorang dewasa hendaknya mengedepankan rasionalitas dan aturan yang berlaku dalam bersikap dalam kehidupan mereka. Demikian juga halnya seorang pemuka agama harus berpegang teguh dengan tuntunan agama yang dianutnya.

Jika tidak, dalam konteks literasi digital, tatkala kita tidak menerapkan konsistensi memegang aturan berlaku dalam bertindak,diyakini akan mudah saja percaya kepada hal-hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenaran informasi yang didapatkan.

Rekam petuah-petuah leluhur kita yang kental budaya timur yang santun dan luhur dibarengi nilai-nilai religius menjadi filter efektif dan perlu digalakkan dan digaungkan kembali meski terkesan konservatif dalam menangkal perilaku yang tidak mencerminkan melek berliterasi digital.

Oleh karena itu, pemahaman konsep literasi digital yang kompleks bagi masyarakat kita sangat mendesak diperlukan. Dari pelbagai literatur, literasi digital dapat dimaknai sebagai kompetensi yang semata-mata bukan hanya kemampuan penggunaan teknologi, tapi juga meliputi kemampuan menganalisis, berpikir kritis dan memfilter informasi yang didapatkan.

Berkaitan dengan gambaran umum di atas, Relawan TIK Aceh  bersama Relawan TIK Pidie akan menyelenggaran kegiatan seminar leterasi digital di Kabupaten Pidie dengan tema kegiatan Kegiatan Komunitas  “Literasi Digital Sawue Gampong” 5000 Gerakan Makin Cakap Digital Aceh. yang akan dilaksanakan pada hari Selasa, Tgl 16 Agustus 2022 di  Kampus Al - Hilal Sigli Jam:13:30 s.d Selesai. 

Sponsor Link

Posting Komentar

RTIK Pidie

{picture#https://4.bp.blogspot.com/-xnDCl_Y5ff8/VsXl9b7QZ1I/AAAAAAAAAnc/yIU7pF5dom0/s320/Logo%2BRTIK%2BPidie.png} Relawan TIK Pidie (Pengurus Daerah - Relawan TIK Indonesia) merupakan bagian dari Relawan TIK Indonesia dengan misi pengembangan pengetahuan dan pendampingan pemanfaatan Teknologi Komunikasi bagi masyarakat Pidie. {facebook#https://www.facebook.com/rtikpidie} {twitter#https://twitter.com/rtikpidie} {google#https://plus.google.com/+RtikpidieBlogspotIdPidie/} {youtube#https://www.youtube.com/channel/UCK9aWVeJgR4LnAp7wILQbiA}