.


Ayo Siskamling Digital !, Kalau ketemu konten negatif yang isinya hoaks, hasut, fitnah, yang kemungkinan bakal meningkat di tahun politik ini, sebenarnya kita bisa menjadi masyarakat yang partisipatif untuk mengurangi konten negatif tersebut.

Setidaknya ada beberapa hal yang bisa kita lakukan (dan ini bisa dipilih salah satu atau beberapa sekaligus, tergantung situasi kondisi)

Ayo Siskamling Digital !


1) Lapor/Report di Platform.


Facebook, Twitter, Instagram sudah menyediakan menu untuk melaporkan konten negatif, mau itu hoaks, pornografi, hate speech dan semacamnya.

Ada kalanya platfom bisa menghapus konten itu secara langsung, atau 3dr party fact checker akan melabeli konten itu sehingga ada warning buat masyarakat jika ingin melihat atau mempercayai konten tersebut.


2) Lapor di Aduankonten.ID yang dikelola Kementrian Kominfo



Kita disana bisa buat akun, dengan email dan identitas. Dan kita bisa melaporkan konten negatif yang kita temukan. Laporan ini akan masuk dalam desk tim aduankonten, dimana nanti tim aduankonten ini bisa menindaklanjuti dengan meminta platform untuk menurunkan konten, atau memasukkan situs dalam pemblokiran.


3) Lapor melalui Bawaslu


Untuk konten negatif terkait dengan Pemilu, Bawaslu membuka pintu pelaporan dari level Kabupaten hingga Pusat. Yang paling mudah adalah menggunakan form pelaporan yang tersedia di bawaslu.typeform.com/to/mrhzR8


4) Lapor melalui Mafindo


Masyarakat Anti Fitnah Indonesia juga membuka pintu laporan konten negatif dari masyarakat melalui Group Diskusi Forum Anti Fitnah Hasut dan Hoax di Facebook. https://www.facebook.com/groups/fafhh/

Atau juga melalui form Lapor-Hoax yang ada di website: https://turnbackhoax.id/lapor-hoax/

5) Lapor melalui aplikasi Patroli Siber


Untuk konten negatif yang berpotensi melanggar hukum pidana, Bareskrim Direktorat Tindak Pidana Siber Mabes Polri juga menyediakan aplikasi Patroli Siber yang bisa didownload di Playstore untuk smartphone.


Yok jangan hanya jadi netijen yang hanya ngomel, mari aktif membersihkan konten negatif di sekitar kita !

Festival Teknologi Informasi dan Komunitasi (Festik) resmi akan terlaksana di Kota Cirebon. Kepastian tersebut didapat seusai audiensi antara Ketua Umum Relawan TIK (RTIK) Indonesia dengan Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (DKIS) Kota Cirebon, Kamis (4/10/2018) lalu di Command Center DKIS.



Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Ketua RTIK Kota Cirebon, Muhammad Arifin saat ditemui citrust.id di Sekretariat RTIK Kota Cirebon, Kecamatan Kesambi, Selasa (9/10/2018).

Rencana tersebut akan dihadiri pula oleh perwakilan RTIK se-Indonesia serta dibuka secara langsung oleh Menteri Kominfo, Rudiantara. Festik 2018 ini bakal digelar tepatnya tanggal 1-2 Desember 2018 mendatang.

“Selain itu, Festik juga menjadi ajang silaturahmi Relawan TIK se-Indonesia, untuk informasi venue, dan rangkaian kegiatan lainnya secepatnya kami akan publikasikan,” ungkapnya.

Festival TIK 2018 di Kota Cirebon merupakan kali pertama. Dalam kegiatan tersebut akan disuguhkan pula berbagai seminar, workshop, pameran yang berkaitan dengan TIK dan Tema yang diangkat oleh Pemerintah Daerah selaku tuan rumah serta melibatkan seluruh anggota RTIK Kota Cirebon dan Komunitas lainnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kota Cirebon, Iing Daiman menyampaikan rasa syukurnya serta bangga Kota Cirebon dipercaya sebagai penyelenggara Festik 2018.

Dirinya berharap, melalui event ini semakin memperkokoh kolaborasi antara Pemkot Cirebon, RTIK Indonesia dan stakeholders lainnya dalam memajukan Kota Cirebon berkaitan dengan Tema yang diusung, yakni SEHATI ING SMART CITY.

Selain itu, Iing mengatakan, hal tersebut sebagai ikhtiar bersama dalam menunjukan keselarasan, sinkronisasi, kebersamaan.

“Serta refleksi Visi Wali Kota terpilih yaitu SEHATI (Sehat, Hijau, Agamis, Tenteram, dan Inovatif) mudah – mudahan bisa menginspirasi kita semua dalam mewujudkan Smart City di Indonesia,” pungkasnya.

Sumber : www.citrust.id

Kelengkapan Implementasi Pasal 82 dan 86 UU Desa Selain hak desa mengenai anggaran yang diatur di UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, desa juga diberikan tanggungjawab untuk melaporkannya. Implikasinya, desa dituntut untuk akuntable, bersih dan transparan. Hal ini juga sesuai dengan amanat UU No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik. Lebih jauh, secara khusus Pasal 82 dan 86 UU Desa mengisyaratkan untuk pelaporan anggaran desa dapat diakses oleh siapa saja dan dari mana saja.

Pemanfaatan TIK Untuk Pembangunan Gampong (Pasal 82 Dan Pasal 86 UU Desa)


Lingkungan yang memungkinkan untuk menempatkan laporan anggaran dan kondisi desa untuk dapat diakses dengan mudah setiap waktu, adalah dengan memanfaatkan internet. Di samping luasnya jangkauan, infrastruktur internet bagi desa juga diamanatkan oleh UU No. 6 tahun 2014 untuk dapat dipenuhi oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. Maka, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pendukungnya juga perlu dipersiapkan untuk menjadikan desa memiliki tata kelola pemerintahan yang cepat, efesien, transparan dengan tetap berpegang pada kearifan setempat.

Berikut adalah kelengkapan untuk penerapan Pasal 82 dan Pasal 86 UU Desa :

1. Infrastruktur Jaringan Internet Desa
Ibarat jalan, akan lebih lancar dan mudah untuk menerapkan apa yang dimanatkan oeh undang-undang tersebut di atas jika desa sudah tersedia akses internet. Sesuai dengan pasal 86 ayat (1) sampai ayat (3), Pemerintah Pusat dan Daerah wajib mengadakan ketersediaan jaringan internet di desa.

2.Situs Web Desa
Sebagai “rumah” desa di ranah online, website desa bisa digunakan untuk meletakkan laporan anggaran desa, perdes, dan RPJMDes. Selain itu, web desa bisa dimanfaatkan juga untuk menampilkan beragam informasi potensi sekaligus berita-berita desa. Ini yang kemudian dikenal dengan “desa bersuara”. Desa mampu menyuarakan desanya sendiri melalui internet. Sudah berjalan bahwa desa memiliki alamat website sendiri. Yaitu domain “desa.id”. Domain desa.id merupakan identitas yang khusus untuk desa dan atau yang setara dengan nama lain di dunia internet.

3. Sistem Informasi Desa
Selain web desa, Sistem Informasi Desa (SID) seperti yang dimanatkan oleh undang-undang, berkaitan juga dengan kemandirian data bagi desa. Karena selama ini, desa lebih sering diminta data tanpa desa mempunyai kemampuan untuk mengakses datanya sendiri secara cepat dan akurat. Akan sangat membantu jika terdapat sebuah sistem aplikasi data kependudukan dan tata kelola pemerintahan desa yang multiplatform dengan sumber kode terbuka. Dimana aplikasi ini terintegrasi dengan semua pemangku kepentingan. Sehingga, untuk keperluan pelayanan publik desa dapat melayani lebih cepat, untuk kebutuhan data desa dapat memberikan dengan akurat. Kemudian, tiap pemangku kebijakan dapat mengakses dengan cepat dan terintegrasi, tanpa membebani desa dengan beragam aplikasi SID yang dikeluarkan masing-masing pemangku kebijakan. Multiplatform dan kode sumber terbuka dimaksudkan agar desa tidak bergantung pada salah satu vendor tertentu.

4.Kantor elekronik (E-office)
Menimbang pemanfaatan TIK sebagai kelengkapan pelaksanaan UU Desa di tiga poin di atas, maka akan lebih efektif bagi tata kelola pemerintahan desa untuk sekaligus menerapkan kantor elektronik (e-office). Disamping juga lebih ramah lingkungan. Karena lebih mengurangi pemakaian kertas, lebih cepat dalam pengantaran, lebih mudah diakses dan kolaboratif karena dapat dikerjakan darimanapun. Dimulai dengan surat elektronik (surel / email) yang kemudian berkemampuan olah dokumen untuk pekerjaan administrasi perkantoran desa yang terintegrasi. Idealnya adalah tiap kabupaten memiliki server untuk keperluan ini. Sambil menunggu terealisasi, telah banyak desa-desa memanfaatkan layanan e-office tidak berbayar yang ada di internet untuk keperluan perkantoran sehari-hari untuk data desa yang tidak sensitif.

5. Sosial Media
Sosial media sebagai media bersosialisasi dan berjejaring antar desa, berbagai elemen lain, dan stakeholder. Menjadi media komunikasi untuk bertukar informasi dan pengetahuan, mengarusutamakan isu perdesaan, sekaligus sebagi tempat untuk mempromosikan desa. Agar desa mampu memanfaatkan kelengkapan-kelengkapan tersebut, terbukti lebih jika desa memiliki Pendamping Desa atau Meja Bantu (helpdesk) Desa. Pendampingan untuk desa ini juga diamanatkan secara khusus oleh Pasal 112 UU No.6 tahun 2014.

Pendamping desa bisa memanfaatkan para pemberdaya masyarakat perdesaan yang telah ada, komunitas, ataupun tenaga profesional yang telah disepakati oleh desa seperti Relawan TIK yang merupakan kelompok pemberdaya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang ada di 32 Provinsi di bawah dukungan Kementrian Kominfo RI. Dengan harapan nantinya desa mampu untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Desa yang telah diperjuangkan sekian lama.

Sumber : www.rtiktuban.or.id


Siapa sangka, inisiatif Pemerintah Desa Melung untuk memanfaatkan teknologi internet dalam tata kelola pemerintahan desa menjadi inspirasi kolektif desa. Inovasi Desa Melung diadopsi oleh ribuan desa di Indonesia, dari Gampong Cot Baroh di Kabupaten Pidie, Aceh hingga Kampung Omon di Kabupaten Jayapura. Replikasi dan perluasan inovasi desa itu menjalar cepat lewat Jaringan Kerja Gerakan Desa Membangun.



Pada 2008, Pemerintah Desa Melung melakukan terobosan untuk pemanfaatan teknologi internet. Internet, bagi desa di kaki Gunung Slamet itu, memutus sekat isolasi Desa Melung akibat jauhnya lokasi wilayah dari kota kabupaten. Jauhnya jarak dan buruknya infrastruktur transportasi umum membuat desa ini dilabeli sebagai desa tertinggal.

Internet mampu menjembatani komunikasi antarpihak, sekaligus menjadi media penyebaran informasi desa ke ruang publik. Pada 2011, Desa Melung mulai merasakan dampak pemanfaatan internet karena popularitas desa terus meroket tajam. Beragam peristiwa, produk desa, dan kebijakan desa dapat diakses publik melalui website desa http://melung.desa.id.


Website desa menjadi media penyebaran informasi desa yang sangat efektif. Sejumlah media arus utama yang berada di kota-kota besar menangkap inovasi itu sebagai topik pemberitaan bernilai tinggi. Pemberitaan media massa menjadi jurus resonansi paling ampuh untuk menyebarluaskan praktik inovasi pada khalayak yang lebih luas.


Berkat penyebarluasan praktik inovasi di media massa, ribuan desa melakukan replikasi langkah yang diambil Desa Melung. Perluasan praktik inovasi tersebar dari Gampong Cot Baroh di Kabupaten Pidie, Nagari Baringin di Kabupaten Tanah Datar, Desa Hanura di Kabupaten Pesawaran, Banjar Jatiluwih di Kabupaten Tabanan, hingga Kampong Omon di Kabupaten Jayapura. Pemanfaatan internet di dunia perdesaan menjadi gerakan kolektif desa dengan panji Gerakan Desa Membangun.


Gerakan Desa Membangun menjadi model baru dalam kerja pemberdayaan karena dmampu melahirkan aktor, media, metode, dan pendekatan yang berbeda dari khasanah teori pemberdayaan masyarakat yang sudah ada. Gerakan Desa Membangun digerakan secara organik oleh tiga kekuatan, yaitu pemerintah desa, kelompok profesi/hobi, dan media online. Tak berlebihan bila gerakan ini dikenal dengan sebuatan dedemit, baik sebagai akronim desa-desa melek informasi dan teknologi maupun model kerja aktor dan penyebaran gerakan yang sangat cepat layaknya hantu.


Gampong Cot Baroh menduplikasi praktik inovasi Desa Melung setelah mereka menyaksikan liputan di sebuah televisi nasional. Selanjutnya, mereka mencari informasi yang lebih rinci melalui internet. Internet mempertemukan para pelaku gampong di Bumi Serambi Mekkah itu dengan para aktor desa di Kaki Gunung Slamet. Amazing, internet mampu menjembatani kerjasama dua aktor dari dua desa di daerah tertinggal yang berjarak ribuan kilometer.


Para kelompok hobi yang tergabung di Yayasan Gedhe Nusantara menjadi aktor pendukung teknis praktik inovasi. Mereka memiliki Program 1.000 website desa gratis yang diluncurkan atas dukungan banyak pihak, ada Direktorat Pemberdayaan Informatika Kemkominfo, PANDI, Relawan TIK, Kelompok Blogger, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan beragam program pemberdayaan pemerintah yang ada di tingkat desa. Peran kelompok yang menyediakan meja bantuan (helpdesk) pada desa menjadi faktor penentu penyebarluasan praktik inovasi.


Replikasi internet desa di Tanah Papua dipelopori oleh Dinas Kominfo dan Perpustakaan, Pemerintah Kabupaten Jayapura. Mereka mengembangkan layanan pembuatan website gratis untuk pemerintah kampung dengan menduplikasi cara dan tahapan yang dilakukan oleh Gerakan Desa Membangun. Awalnya, mereka melakukan kunjungan kerja ke desa-desa di Banyumas, lalu membangun kolaborasi kerja dengan beragam kelompok hobi di Jayapura, untuk melakukan gerakan kampung bersuara di Bumi Cendrawasih itu.

Peran Yayasan Gedhe Nusantara melalui konsep Oemah Gedhe yang mengusung idiom Rumah Bersama Para Inovator dan Pemberdayaan terus berkembang ke ranah lain yang lebih luas. Mereka menyelenggarakan kegiatan magang yang menampung program praktik industri untuk sekolah menengah kejuruan dan praktik kerja lapangan di perguruan tinggi. Program itu melahirkan banyak aktor baru yang mendukung pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di wilayah perdesaan.

Sumber : https://inovasidesa.kemendesa.go.id/dari-desa-melung-menuju-gampong-cot-baroh-strategi-replikasi-inovasi-desa-melek-internet-di-indonesia/

RTIK Pidie

{picture#https://4.bp.blogspot.com/-xnDCl_Y5ff8/VsXl9b7QZ1I/AAAAAAAAAnc/yIU7pF5dom0/s320/Logo%2BRTIK%2BPidie.png} Relawan TIK Pidie (Pengurus Daerah - Relawan TIK Indonesia) merupakan bagian dari Relawan TIK Indonesia dengan misi pengembangan pengetahuan dan pendampingan pemanfaatan Teknologi Komunikasi bagi masyarakat Pidie. {facebook#https://www.facebook.com/rtikpidie} {twitter#https://twitter.com/rtikpidie} {google#https://plus.google.com/+RtikpidieBlogspotIdPidie/} {youtube#https://www.youtube.com/channel/UCK9aWVeJgR4LnAp7wILQbiA}