.




Awal tahun 2016, Badan Pusat Statistik RI merilis laporan sosial ekonomi periode Januari 2015, diantaranya menyajikan data tentang angka kemiskinan di 33 provinsi seluruh Indonesia.

Hasil kajian Institute for Development of Acehnese Society (IdeAS) dari data sosial ekonomi BPS menunjukkan tingkat kemiskinan di Aceh periode September 2015 tertinggi kedua di Sumatera setelah Bengkulu (17,16 persen).

Sedangkan di Indonesia, Aceh menempati urutan ke tujuh provinsi termiskin, di bawah Nusa Tenggara Barat (16,54 persen). Tiga provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi pada September 2015 masing-masing yaitu; Papua 28,40 persen, Papua Barat 25,73 persen, dan NTT 22,58 persen.

Amatan IDeAS, kemiskinan Aceh masih jauh di atas rata-rata nasional (11,13 persen). Berdasarkan data BPS Aceh; Pada September 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Aceh mencapai 859 ribu orang (17,11 persen), bertambah sebanyak 8 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2015 yang jumlahnya 851 ribu orang (17,08 persen).

Selama periode Maret 2015 – September 2015, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,21 persen (dari 11,13 persen menjadi 10,92 persen), dan di daerah perdesaan mengalami peningkatan 0,12 persen (dari 19,44 persen menjadi 19,56 persen).

Direktur Ideas, Munzami Hs mengatakan kondisi tingginya angka kemiskinan ini merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat Aceh yang masih terjerat dengan persoalan kemiskinan.

“Jika dibandingkan dengan aliran dana APBA belasan triliun yang mengalir ke Aceh tiap tahunnya, maka berlimpahnya anggaran masih belum berdampak positif terhadap penurunan angka kemiskinan. Termasuk persoalan pengangguran yang merupakan salah satu penyebab kemiskinan, Aceh menempati urutan tertinggi angka pengangguran di Indonesia (9,93 persen),” katanya melalui siaran pers yang diterima redaksi mediaaceh.co, Jumat 8 Januari 2016.

Dikatakannya lagi, apabila APBA atau APBK dan Dana Otsus tidak dikelola tepat sasaran dan profesional, maka akan berdampak lebih buruk terhadap kesejahteraan rakyat Aceh di masa depan.

Untuk diketahui, mulai tahun 2023 mendatang Aceh hanya akan menerima 1 persen Dana Otsus dari DAU Nasional. Aliran Dana Otsus sebesar 2 persen hanya tinggal 7 tahun lagi hingga tahun 2022 dari total 20 tahun Dana Otsus yang akan diterima Aceh (2008 – 2027).

“Kita berharap semoga kebijakan anggaran yang sedang dibahas oleh eksekutif dan legislatif di Aceh untuk tahun anggaran 2016 ini berorientasi terhadap penanggulangan kemiskinan dan pengangguran. Semoga APBA/APBK benar-benar berpihak dan pro-rakyat miskin!,” ujarnya lagi.

Sumber: mediaaceh.co
Sponsor Link

Posting Komentar

RTIK Pidie

{picture#https://4.bp.blogspot.com/-xnDCl_Y5ff8/VsXl9b7QZ1I/AAAAAAAAAnc/yIU7pF5dom0/s320/Logo%2BRTIK%2BPidie.png} Relawan TIK Pidie (Pengurus Daerah - Relawan TIK Indonesia) merupakan bagian dari Relawan TIK Indonesia dengan misi pengembangan pengetahuan dan pendampingan pemanfaatan Teknologi Komunikasi bagi masyarakat Pidie. {facebook#https://www.facebook.com/rtikpidie} {twitter#https://twitter.com/rtikpidie} {google#https://plus.google.com/+RtikpidieBlogspotIdPidie/} {youtube#https://www.youtube.com/channel/UCK9aWVeJgR4LnAp7wILQbiA}